Wahai saudaraku,
sesungguhnya Islam adalah darah dagingmu,
tangisilah dirimu dan sayangilah ia,
jika kamu tidak menyayangi maka Sang MAHA Penyayang tidak akan sayang padamu.
Hendaknya yang menjadi temanmu adalah orang yang mengajakmu berzuhud terhadap dunia dan cinta terhadap akhirat.
Janganlah kau sibukkan dirimu dengan urusan dunia,
Janganlah kau butakan mata dan hatimu karena silau nya harta dunia, yang semuanya malah bisa menyesatkanmu,
Janganlah kau tulikan telingamu dari gaung suara muadzin yang mengaung mengajakmu untuk sholat,
Perbanyaklah olahrga harianmu dengan bersholat dan bersujud pada Allah SWT,
Perbanyaklah lafadz zikir senantiasa keluar dari mulutmu seiring helaan nafasmu,
Perbanyaklah mengingat mati,
Perbanyaklah memohon ampun atas dosa-dosamu yang telah lalu,
Tumpahkanlah air matamu hanya untuk Allah semata,
dan mohonlah keselamatan kepada Allah dalam menjalani sisa-sisa umurmu,,..
Agar kita bisa selamat didunia dan akherat, amin.
Minggu, 05 April 2009
Jumat, 03 April 2009
Thank You Seven
Si Tejo baru belajar bahasa inggris. Kosa kata yang dia mengerti baru sebatas: Ok, Never Mind, Thank you, One, Two, Three, Four Five, Six, Seven dan Bye-Bye.
Pada suatu hari, dalam perjalanan pulang dari tempat kursusnya, tiba-tiba dia bersenggolan dengan seorang Bule.
Buku yang dibawa Tejo-pun terjatuh, Bule itu lalu membantu Tejo ngambil buku-buku yang berhamburan.
“Hmm… ini peluang untuk nguji kehebatan bahasa inggris-ku” kata Tejo dalam hati.
Bule: Oh, I’m Sorry.
Tejo: It’s Ok, Never Mind. Thank you.
Bule: Thank you Too.
Tejo: (hmm… habis Two, pasti Three) Thank You Three.
Bule: (heran) What For?
Tejo: (Four… Four hmm Five) Thank you Five.
Bule: (Tambah Heran) Are you Sick?
Tejo: (Waduh, habis Sick… Seven… setelah itu, aku sudah tidak tau dah… mesti cepet cabut nich)
Tejo pun cepet-cepet mengemasi bukunya dan beranjak pergi…
Setelah agak jauh, Lalu Tejo berteriak… “Thank you Seveeen! Bye-Bye…
Pada suatu hari, dalam perjalanan pulang dari tempat kursusnya, tiba-tiba dia bersenggolan dengan seorang Bule.
Buku yang dibawa Tejo-pun terjatuh, Bule itu lalu membantu Tejo ngambil buku-buku yang berhamburan.
“Hmm… ini peluang untuk nguji kehebatan bahasa inggris-ku” kata Tejo dalam hati.
Bule: Oh, I’m Sorry.
Tejo: It’s Ok, Never Mind. Thank you.
Bule: Thank you Too.
Tejo: (hmm… habis Two, pasti Three) Thank You Three.
Bule: (heran) What For?
Tejo: (Four… Four hmm Five) Thank you Five.
Bule: (Tambah Heran) Are you Sick?
Tejo: (Waduh, habis Sick… Seven… setelah itu, aku sudah tidak tau dah… mesti cepet cabut nich)
Tejo pun cepet-cepet mengemasi bukunya dan beranjak pergi…
Setelah agak jauh, Lalu Tejo berteriak… “Thank you Seveeen! Bye-Bye…
Kamis, 02 April 2009
Jangan Benci Aku Mama,,,,
Dua puluh tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki,
wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh.
Sam, suamiku, memberinya nama Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa
anak ini memang agak terbelakang.
Saya berniat memberikannya kepada orang lain saja untuk dijadikan
budak atau pelayan.
Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa saya membesarkannya juga.
Di tahun kedua setelah Eric dilahirkan,
saya pun melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil.
Saya menamainya Angelica.
Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga Sam.
Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan membelikannya pakaian
anak-anak yang indah-indah. Namun tidak demikian halnya dengan Eric.
Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut.
Sam berniat membelikannya, namun saya selalu melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga. Sam selalu menuruti perkataan saya.
Saat usia Angelica 2 tahun Sam meninggal dunia.
Eric sudah berumur 4 tahun kala itu.
Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk.
Akhirnya saya mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal seumur hidup.
Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya beserta Angelica. Eric yang
sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu saja.
Kemudian saya tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami laku terjual untuk
membayar hutang.
Setahun, 3 tahun, 5 tahun, 10 tahun.. telah berlalu sejak kejadian itu.
Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa.
Usia pernikahan kami telah menginjak tahun kelima.
Berkat Brad, sifat-sifat buruk saya yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati,
berubah sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang.
Angelica telah berumur 12 tahun
dan kami menyekolahkan dia di asrama putri sekolah perawatan.
Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi yang mengingatnya.
Sampai suatu malam. Malam di mana saya bermimpi tentang seorang anak.
Wajahnya agak tampan namun tampak pucat sekali.
Ia melihat ke arah saya. Sambil tersenyum ia berkata,
"Tante, Tante kenal mama saya? Saya lindu cekali pada Mommy!"
Setelah berkata demikian ia mulai beranjak pergi, namun saya menahannya,
"Tunggu..., sepertinya saya mengenalmu.
Siapa namamu anak manis?" "Nama saya Elic, Tante."
"Eric? Eric... Ya Tuhan! Kau benar-benar Eric?"
Saya langsung tersentak dan bangun. Rasa bersalah, sesal dan berbagai perasaan
aneh lainnya menerpa diri saya saat itu juga.
Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti sebuah
film yang diputar dikepala saya. Baru sekarang saya menyadari betapa jahatnya
perbuatan saya dulu.Rasanya seperti mau mati saja saat itu. Ya, saya harus
mati..., mati..., mati...
Ketika tinggal seinchi jarak pisau yang akan saya goreskan ke pergelangan
tangan, tiba-tiba bayangan Eric melintas kembali di pikiran saya. Ya Eric,
Mommy akan menjemputmu Eric...
Sore itu saya memarkir mobil biru saya di samping sebuah gubuk, dan Brad dengan
pandangan heran menatap saya dari samping.
"Mary, apa yang sebenarnya terjadi?"
"Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal yang
telah saya lakukan dulu." tetapi akhirnya aku menceritakannya
juga dengan terisak-isak. ..
Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah memberikan suami yang begitu
baik dan penuh pengertian.
Setelah tangis saya reda, saya keluar dari mobil diikuti oleh Brad dari belakang. Mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua meter dari hadapan saya.
Saya mulai teringat betapa gubuk itu pernah saya tinggali beberapa bulan lamanya dan
Eric..
Eric...
Sya meninggalkan Eric di sana
10 tahun yang lalu. Dengan perasaan sedih saya berlari menghampiri gubuk
tersebut dan membuka pintu yang terbuat dari bambu itu. Gelap sekali...Tidak
terlihat sesuatu apa pun! Perlahan mata saya mulai terbiasa dengan kegelapan
dalam ruangan kecil itu. Namun saya tidak menemukan siapapun juga di dalamnya. Hanya
ada sepotong kain butut tergeletak di lantai tanah. Saya mengambil seraya
mengamatinya dengan seksama... Mata mulai berkaca-kaca, saya mengenali potongan
kain tersebut sebagai bekas baju butut yang dulu dikenakan Eric sehari-harinya...
Beberapa saat kemudian, dengan perasaan yang sulit dilukiskan, saya pun keluar
dari ruangan itu ...
Air mata saya mengalir dengan deras. Saat itu saya hanya diam saja.
Sesaat kemudian saya dan Brad mulai menaiki mobil untuk meninggalkan tempat tersebut.
Namun, saya melihat seseorang di belakang mobil kami. Saya sempat kaget sebab suasana saat itu gelap sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor.
Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali saya tersentak kaget manakala ia
tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.
"Heii...! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!"
Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, "Ibu, apa ibu kenal dengan
seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?" Ia menjawab,
"Kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan terkutuk!
Tahukah kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini,
Eric terus menunggu ibunya
dan memanggil, 'Mommy..., mommy!' Karena tidak tega, saya terkadang memberinya
makan dan mengajaknya tinggal Bersama saya.
Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah, namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini.
Ia belajar menulis setiap hari =elama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini
untukmu..."
Saya pun membaca tulisan di kertas itu...
"Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi....?
Mommy marah sama Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang pergi saja,
tapi Mommy harus berjanji kalau Mommy tidak akan marah lagi sama Eric.
Bye, Mom..."
Saya menjerit histeris membaca surat itu. "Bu, tolong katakan...
katakan di mana ia sekarang? Saya berjanji akan meyayanginya sekarang! saya
tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!"
Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras.
"Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum Nyonya datang, Eric telah meninggal dunia.
Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya
demi menunggumu ia rela bertahan di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke
dalamnya. Ia takut apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya akan pergi lagi bila
melihatnya ada di dalam sana ...
Ia hanya berharap dapat melihat Mommy-nya dari belakang gubuk ini...
Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu
Nyonya di sana .
Nyonya,dosa anda tidak terampuni!"
Saya kemudian pingsan dan tidak ingat apa-apa lagi.
( kisah nyata =ari Irlandia Utara )
wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh.
Sam, suamiku, memberinya nama Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa
anak ini memang agak terbelakang.
Saya berniat memberikannya kepada orang lain saja untuk dijadikan
budak atau pelayan.
Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa saya membesarkannya juga.
Di tahun kedua setelah Eric dilahirkan,
saya pun melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil.
Saya menamainya Angelica.
Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga Sam.
Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan membelikannya pakaian
anak-anak yang indah-indah. Namun tidak demikian halnya dengan Eric.
Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut.
Sam berniat membelikannya, namun saya selalu melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga. Sam selalu menuruti perkataan saya.
Saat usia Angelica 2 tahun Sam meninggal dunia.
Eric sudah berumur 4 tahun kala itu.
Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk.
Akhirnya saya mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal seumur hidup.
Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya beserta Angelica. Eric yang
sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu saja.
Kemudian saya tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami laku terjual untuk
membayar hutang.
Setahun, 3 tahun, 5 tahun, 10 tahun.. telah berlalu sejak kejadian itu.
Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa.
Usia pernikahan kami telah menginjak tahun kelima.
Berkat Brad, sifat-sifat buruk saya yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati,
berubah sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang.
Angelica telah berumur 12 tahun
dan kami menyekolahkan dia di asrama putri sekolah perawatan.
Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi yang mengingatnya.
Sampai suatu malam. Malam di mana saya bermimpi tentang seorang anak.
Wajahnya agak tampan namun tampak pucat sekali.
Ia melihat ke arah saya. Sambil tersenyum ia berkata,
"Tante, Tante kenal mama saya? Saya lindu cekali pada Mommy!"
Setelah berkata demikian ia mulai beranjak pergi, namun saya menahannya,
"Tunggu..., sepertinya saya mengenalmu.
Siapa namamu anak manis?" "Nama saya Elic, Tante."
"Eric? Eric... Ya Tuhan! Kau benar-benar Eric?"
Saya langsung tersentak dan bangun. Rasa bersalah, sesal dan berbagai perasaan
aneh lainnya menerpa diri saya saat itu juga.
Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti sebuah
film yang diputar dikepala saya. Baru sekarang saya menyadari betapa jahatnya
perbuatan saya dulu.Rasanya seperti mau mati saja saat itu. Ya, saya harus
mati..., mati..., mati...
Ketika tinggal seinchi jarak pisau yang akan saya goreskan ke pergelangan
tangan, tiba-tiba bayangan Eric melintas kembali di pikiran saya. Ya Eric,
Mommy akan menjemputmu Eric...
Sore itu saya memarkir mobil biru saya di samping sebuah gubuk, dan Brad dengan
pandangan heran menatap saya dari samping.
"Mary, apa yang sebenarnya terjadi?"
"Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal yang
telah saya lakukan dulu." tetapi akhirnya aku menceritakannya
juga dengan terisak-isak. ..
Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah memberikan suami yang begitu
baik dan penuh pengertian.
Setelah tangis saya reda, saya keluar dari mobil diikuti oleh Brad dari belakang. Mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua meter dari hadapan saya.
Saya mulai teringat betapa gubuk itu pernah saya tinggali beberapa bulan lamanya dan
Eric..
Eric...
Sya meninggalkan Eric di sana
10 tahun yang lalu. Dengan perasaan sedih saya berlari menghampiri gubuk
tersebut dan membuka pintu yang terbuat dari bambu itu. Gelap sekali...Tidak
terlihat sesuatu apa pun! Perlahan mata saya mulai terbiasa dengan kegelapan
dalam ruangan kecil itu. Namun saya tidak menemukan siapapun juga di dalamnya. Hanya
ada sepotong kain butut tergeletak di lantai tanah. Saya mengambil seraya
mengamatinya dengan seksama... Mata mulai berkaca-kaca, saya mengenali potongan
kain tersebut sebagai bekas baju butut yang dulu dikenakan Eric sehari-harinya...
Beberapa saat kemudian, dengan perasaan yang sulit dilukiskan, saya pun keluar
dari ruangan itu ...
Air mata saya mengalir dengan deras. Saat itu saya hanya diam saja.
Sesaat kemudian saya dan Brad mulai menaiki mobil untuk meninggalkan tempat tersebut.
Namun, saya melihat seseorang di belakang mobil kami. Saya sempat kaget sebab suasana saat itu gelap sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor.
Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali saya tersentak kaget manakala ia
tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.
"Heii...! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!"
Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, "Ibu, apa ibu kenal dengan
seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?" Ia menjawab,
"Kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan terkutuk!
Tahukah kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini,
Eric terus menunggu ibunya
dan memanggil, 'Mommy..., mommy!' Karena tidak tega, saya terkadang memberinya
makan dan mengajaknya tinggal Bersama saya.
Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah, namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini.
Ia belajar menulis setiap hari =elama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini
untukmu..."
Saya pun membaca tulisan di kertas itu...
"Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi....?
Mommy marah sama Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang pergi saja,
tapi Mommy harus berjanji kalau Mommy tidak akan marah lagi sama Eric.
Bye, Mom..."
Saya menjerit histeris membaca surat itu. "Bu, tolong katakan...
katakan di mana ia sekarang? Saya berjanji akan meyayanginya sekarang! saya
tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!"
Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras.
"Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum Nyonya datang, Eric telah meninggal dunia.
Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya
demi menunggumu ia rela bertahan di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke
dalamnya. Ia takut apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya akan pergi lagi bila
melihatnya ada di dalam sana ...
Ia hanya berharap dapat melihat Mommy-nya dari belakang gubuk ini...
Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu
Nyonya di sana .
Nyonya,dosa anda tidak terampuni!"
Saya kemudian pingsan dan tidak ingat apa-apa lagi.
( kisah nyata =ari Irlandia Utara )
Langganan:
Postingan (Atom)